Pemulihan Lahan Hutan: Langkah Besar Satgas PKH untuk Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Rakyat

 


Pemulihan Lahan Hutan: Langkah Besar Satgas PKH untuk Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Rakyat

Hingga Agustus 2025, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) telah mencatatkan prestasi luar biasa dengan menguasai kembali 3.325.133,20 hektare lahan hutan dan perkebunan sawit ilegal, jauh melampaui target awal satu juta hektare. Keberhasilan ini tidak hanya menandakan pemulihan aset negara, tetapi juga menjadi momentum untuk mendorong keadilan sosial, kelestarian lingkungan, dan kesejahteraan rakyat. Namun, tantangan besar masih menanti untuk memastikan manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat luas, bukan hanya segelintir elit.

Capaian Monumental Satgas PKH

Dari total lahan yang dikuasai kembali, sebanyak 1.507.591,9 hektare telah diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), untuk dikelola secara produktif. Sementara itu, 1.817.542 hektare lainnya masih dalam tahap verifikasi untuk memastikan status hukum dan pengelolaannya. Penyerahan tahap keempat, yang melibatkan 674.178,44 hektare lahan sawit dari 245 korporasi di 15 provinsi, menunjukkan skala operasi yang sangat luas. Menurut Kejaksaan, aksi ini bukan sekadar soal luas lahan, tetapi juga tentang memulihkan keadilan sosial, menjaga kelestarian lingkungan, dan mengembalikan aset negara yang telah dirampas secara ilegal.

Satgas PKH juga patut diapresiasi karena berhasil mencapai target ini hanya dalam waktu delapan bulan dengan memanfaatkan sebagian anggaran yang dialokasikan. Efisiensi ini menunjukkan komitmen serius dalam menjalankan tugas, tetapi juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana anggaran tersebut dikelola dan apakah hasilnya benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

Mengaitkan Pemulihan Lahan dengan Kesejahteraan Rakyat

Agar keberhasilan ini tidak hanya menjadi angka di atas kertas, pengelolaan lahan harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama masyarakat lokal yang sering menjadi korban ekspansi sawit ilegal. Berikut adalah beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan:

  1. Distribusi Manfaat yang Inklusif
    Penyerahan lahan kepada PT Agrinas Palma Nusantara harus diimbangi dengan skema yang memastikan masyarakat lokal, seperti petani kecil dan komunitas adat, mendapatkan manfaat ekonomi. Misalnya, model kemitraan plasma atau pembagian keuntungan yang transparan dapat mencegah hasil pengelolaan lahan hanya dinikmati oleh korporasi atau elit tertentu. Tanpa pendekatan ini, pemulihan lahan berisiko memperkuat ketimpangan ekonomi.
  2. Transparansi dan Partisipasi Publik
    Proses verifikasi lahan yang masih berlangsung harus melibatkan masyarakat sipil dan organisasi independen untuk mencegah penyalahgunaan. Publik berhak mengetahui siapa yang mengelola lahan, bagaimana keuntungannya dialokasikan, dan bagaimana dampak lingkungannya dimitigasi. Transparansi ini penting untuk membangun kepercayaan dan memastikan lahan tidak kembali jatuh ke tangan pihak yang tidak bertanggung jawab.
  3. Keadilan Sosial untuk Pekerja dan Komunitas Lokal
    Banyak pekerja di perkebunan sawit ilegal adalah masyarakat miskin yang bekerja karena keterbatasan pilihan. Penertiban lahan harus diikuti dengan program relokasi, pelatihan, atau penyediaan lapangan kerja alternatif agar mereka tidak kehilangan mata pencaharian. Selain itu, hak-hak komunitas adat atas lahan leluhur mereka harus dihormati dan dilindungi.
  4. Kelestarian Lingkungan sebagai Prioritas
    Pengelolaan lahan oleh Agrinas harus mengedepankan praktik berkelanjutan, seperti rehabilitasi hutan yang rusak atau konversi lahan sawit menjadi agroforestri. Jika pengelolaan hanya berfokus pada keuntungan jangka pendek, ekosistem yang mendukung kesejahteraan rakyat—seperti sumber air dan biodiversitas—akan terancam.

Kritik Konstruktif untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Meskipun capaian Satgas PKH patut diacungi jempol, beberapa aspek perlu diperbaiki agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh rakyat:

  • Keterlibatan Komunitas yang Minim
    Hingga kini, belum ada informasi jelas tentang bagaimana masyarakat lokal dilibatkan dalam pengelolaan lahan oleh Agrinas. Partisipasi aktif komunitas dalam perencanaan dan pengambilan keputusan adalah kunci untuk memastikan keadilan sosial.
  • Risiko Monopoli BUMN
    Penyerahan lahan dalam jumlah besar kepada satu entitas BUMN berpotensi menciptakan monopoli baru, yang dapat membatasi akses masyarakat kecil ke manfaat ekonomi lahan tersebut. Diversifikasi pengelolaan, misalnya melalui koperasi petani, bisa menjadi solusi.
  • Transparansi Anggaran
    Penggunaan “sebagian anggaran” yang disebutkan Satgas perlu dijelaskan secara rinci untuk memastikan tidak ada penyelewengan dana publik. Efisiensi anggaran harus diimbangi dengan akuntabilitas.
  • Pemantauan Jangka Panjang
    Keberhasilan ini tidak boleh berhenti pada angka luas lahan. Diperlukan mekanisme pemantauan jangka panjang, seperti penggunaan teknologi satelit atau blockchain, untuk memastikan lahan yang diserahkan tetap dikelola secara bertanggung jawab.

Rekomendasi untuk Kesejahteraan Rakyat

Untuk memastikan pemulihan lahan ini benar-benar berdampak pada kesejahteraan rakyat, pemerintah dapat mengambil langkah-langkah berikut:

  • Membentuk koperasi petani lokal untuk bermitra dengan Agrinas dalam pengelolaan lahan.
  • Menerapkan kebijakan redistribusi lahan kepada masyarakat adat atau petani kecil yang memenuhi syarat.
  • Mengalokasikan sebagian keuntungan dari pengelolaan lahan untuk program sosial, seperti pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur di wilayah sekitar.
  • Menggunakan teknologi untuk memantau pengelolaan lahan secara transparan dan mencegah praktik ilegal di masa depan.


Kesimpulan

Keberhasilan Satgas PKH dalam memulihkan lebih dari 3,3 juta hektare lahan adalah langkah monumental menuju keadilan sosial, kelestarian lingkungan, dan pemulihan aset negara. Namun, tanpa pendekatan yang inklusif, transparan, dan berkelanjutan, manfaatnya berisiko hanya dinikmati oleh segelintir elit. Dengan melibatkan masyarakat lokal, memastikan transparansi, dan mengedepankan praktik berkelanjutan, Indonesia dapat menjadikan pencapaian ini sebagai fondasi untuk kesejahteraan rakyat yang lebih luas dan adil