DPR dan Krisis Transparansi: Publik Berhak Tahu ke Mana Uang Pajak Mengalir

 




DPR dan Krisis Transparansi: Publik Berhak Tahu ke Mana Uang Pajak Mengalir

Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali menegur keras DPR RI. Pada Jumat, 12 September 2025, ICW resmi melayangkan surat keberatan kepada Sekretariat Jenderal DPR setelah permintaan transparansi soal gaji, tunjangan, serta laporan penggunaan dana reses dan perjalanan dinas tidak kunjung dijawab.

Kemarahan publik bisa dipahami. Selama ini, DPR dibiayai dari pajak rakyat. Sesuai amanat UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, setiap alokasi anggaran wajib dapat diakses masyarakat. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: detail penggunaan dana yang nilainya fantastis ditutup rapat.

Sekjen DPR sempat menyatakan tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan telah dihapus, dan kini hak keuangan anggota DPR mencapai Rp65 juta bersih per bulan. Angka ini jelas besar, tetapi tanpa laporan rinci, publik tidak bisa menilai apakah klaim tersebut akurat. Apalagi, masih ada pos anggaran lain seperti dana reses, kunjungan daerah, dan perjalanan dinas luar negeri yang kerap menjadi sorotan karena potensi pemborosan.

Apa yang Dipertaruhkan?

  1. Kepercayaan Publik
    – Transparansi bukan sekadar formalitas, melainkan fondasi kepercayaan. Rakyat ingin yakin bahwa uang pajaknya dipakai untuk kepentingan bangsa, bukan untuk fasilitas berlebihan.
  2. Efisiensi Anggaran
    – Moratorium perjalanan dinas luar negeri, seperti yang didesak ICW, sangat relevan. Perjalanan semacam itu sering tidak berdampak nyata pada legislasi, sementara kebutuhan rakyat di dalam negeri masih mendesak.
  3. Akuntabilitas Wakil Rakyat
    – DPR bukan sekadar pembuat undang-undang, tetapi juga teladan moral. Bila wakil rakyat menutup-nutupi alokasi anggaran, bagaimana mereka bisa menuntut transparansi dari kementerian atau pemerintah daerah?

Jalan Keluar: Dari DPR untuk Rakyat

  • Publikasi Rutin Anggaran: DPR seharusnya mencontoh beberapa pemerintah daerah yang sudah menerapkan keterbukaan anggaran berbasis digital.
  • Audit Independen: Dana reses dan perjalanan dinas wajib diaudit lembaga independen dan hasilnya dipublikasikan terbuka.
  • Moratorium Perjalanan Luar Negeri: Setiap rupiah harus dievaluasi kegunaannya. Bila tidak mendesak, sebaiknya dialihkan untuk kebutuhan rakyat, seperti pendidikan dan kesehatan.

📌 Refleksi untuk Daerah (Gresik dan sekitarnya):
Krisis transparansi di DPR menjadi pelajaran penting bagi daerah. DPRD di kabupaten/kota, termasuk Gresik, harus berani membuka detail anggaran reses dan perjalanan dinasnya. Kalau pusat saja dituntut terbuka, daerah jangan sampai mengulangi kesalahan yang sama.

Rakyat sudah cukup lama menunggu perubahan. Kini saatnya DPR benar-benar membuktikan diri sebagai wakil rakyat, bukan sekadar pemegang privilese.