NPL (kredit macet) Rp66 Triliun, Stimulus Jumbo, dan Jalan Solusi

 


NPL (kredit macet) Rp66 Triliun, Stimulus Jumbo, dan Jalan Solusi

Pertumbuhan kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kini berada di persimpangan. Di satu sisi, pemerintah sudah menggelontorkan stimulus jumbo—Rp200 triliun untuk bank Himbara dan Rp16 triliun tambahan pembiayaan. Namun di sisi lain, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa kredit bermasalah (non performing loan/NPL) UMKM melonjak menjadi Rp66,3 triliun per Juni 2025, dengan rasio NPL 4,41%. Jumlah itu naik Rp9,7 triliun hanya dalam enam bulan.

Kredit yang tersendat dan NPL yang membengkak menimbulkan paradoks. Likuiditas melimpah, tetapi sektor riil justru kesulitan mendapatkan akses. Perbankan semakin hati-hati, sementara UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional kehilangan peluang untuk tumbuh.


Siklus Utang yang Rapuh

Fenomena ini menggambarkan apa yang disebut Ray Dalio sebagai siklus utang rapuh. Pertumbuhan berbasis utang murah memang tampak menggairahkan, tetapi begitu kemampuan bayar menurun, sistem keuangan langsung tertekan. Stimulus tambahan tanpa penataan utang hanya akan menunda masalah.


Solusi yang Mendesak

  1. Debt Forgiveness Terbatas
    Sebagian NPL yang berasal dari UMKM terdampak faktor eksternal (daya beli menurun, bencana, guncangan ekonomi) sebaiknya direstrukturisasi atau dihapus sebagian. Skema ini akan membersihkan neraca bank dan memberi ruang UMKM bernapas kembali.
  2. Second Chance Policy – Reformasi SLIK OJK
    UMKM yang terjerat di kolektibilitas 5 praktis tertutup aksesnya ke perbankan. Padahal, tidak sedikit dari mereka yang sudah pulih. Diperlukan kebijakan kesempatan kedua (second chance) yang memungkinkan debitur sehat mendapatkan kembali akses pembiayaan setelah periode tertentu.
  3. Skema Bagi Risiko, Bukan Beban Sepihak
    Model pembiayaan berbasis musyarakah dan mudharabah perlu diperkuat. Skema ini membagi risiko dan keuntungan antara bank dan UMKM, bukan membebankan cicilan tetap di tengah arus kas yang fluktuatif.
  4. Integrasi Dana Sosial Produktif
    Zakat, infak, dan sedekah tidak sekadar berfungsi sebagai instrumen konsumsi, tetapi juga dapat dijadikan penjamin risiko pembiayaan UMKM. Dengan begitu, pelaku usaha kecil tidak terjerat lingkaran utang.
  5. Distribusi Stimulus yang Lebih Adil
    Dana jumbo jangan berhenti di neraca bank. Perlu mekanisme penyaluran yang memastikan stimulus benar-benar sampai ke UMKM produktif di sektor riil, bukan sekadar menambah cadangan likuiditas.

Penutup

NPL Rp66 triliun adalah alarm keras bahwa sistem pembiayaan UMKM tidak sedang baik-baik saja. Stimulus jumbo saja tidak cukup jika tidak dibarengi solusi struktural.

Keringanan utang, kesempatan kedua, pembiayaan berbagi risiko, integrasi dana sosial, dan distribusi stimulus yang adil adalah kombinasi kebijakan yang bisa menjadi jalan keluar. Inilah saatnya menata ulang fondasi pembiayaan UMKM, agar stimulus triliunan rupiah benar-benar menjadi pemacu, bukan sekadar angka di atas kertas.