Revolusi Gen Z Nepal: Dari Pemblokiran Medsos ke Runtuhnya Pemerintahan — Alarm Keras untuk Indonesia

 


“Revolusi Gen Z Nepal: Dari Pemblokiran Medsos ke Runtuhnya Pemerintahan — Alarm Keras untuk Indonesia”


Pendahuluan

Awal September 2025, dunia menyaksikan bagaimana Nepal—sebuah negara pegunungan yang tenang di kaki Himalaya—terjerumus dalam krisis politik dan sosial hanya dalam waktu kurang dari sepekan. Pemicu awalnya terlihat sepele: pemblokiran sejumlah platform media sosial karena tidak mendaftar sesuai aturan pemerintah.

Namun, kebijakan yang tampak “teknis” ini ternyata menyentuh urat sensitif masyarakat yang sudah lama frustrasi. Hanya dalam beberapa hari, protes meledak menjadi kerusuhan massal, rumah pejabat dibakar, parlemen diserbu, dan pemerintahan runtuh. Peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi negara mana pun, terutama Indonesia yang memiliki populasi muda besar dan tingkat ketergantungan tinggi pada media sosial.


Kronologi Singkat: Dari Regulasi ke Revolusi

  • 4 September 2025 — Pemerintah Nepal memblokir platform media sosial ternama yang belum mendaftar sesuai tenggat Kementerian Komunikasi.
  • 8 September 2025 — Protes besar dimulai di Kathmandu, didominasi generasi muda. Media menyebutnya “Revolusi Gen Z”.
  • 9 September 2025 — Kerusuhan pecah: demonstran menerobos gedung parlemen, membakar kediaman PM K.P. Sharma Oli, menteri, dan mantan pejabat. Istri mantan PM Jhalanath Khanal, Rajyalaxmi Chitrakar, meninggal akibat luka bakar.
  • Runtuhnya pemerintahan — PM Oli mengundurkan diri, beberapa menteri sebelumnya sudah meletakkan jabatan. Di tengah kekacauan, 1.500 tahanan kabur dari Penjara Nakkhu, memperburuk krisis keamanan.

Faktor Pemicu dan Akar Masalah

Pemicu langsung: pemblokiran media sosial yang dianggap membatasi kebebasan berekspresi.

Akar masalah:

  1. Krisis kepercayaan publik terhadap elite politik yang dianggap korup.
  2. Stagnasi ekonomi dan minimnya peluang kerja bagi anak muda.
  3. Kesenjangan generasi — pemimpin senior tak memahami dinamika digital generasi baru.

Pola Mobilisasi Generasi Digital

Pemblokiran platform utama tidak menghentikan perlawanan. Aktivis segera beralih ke aplikasi alternatif, VPN, dan koordinasi offline. Hasilnya, gerakan ini menjadi cair, cepat, dan sulit dipadamkan—ciri khas gerakan sosial digital abad ke-21.


Kerusakan dan Dampak Langsung

  • Institusi lumpuh: parlemen diserbu, simbol negara dirusak.
  • Keamanan runtuh: pelarian ribuan narapidana, kota lumpuh, kriminalitas berpotensi meningkat.
  • Politik tak menentu: kekosongan kekuasaan membuka peluang bagi militer atau tokoh lama untuk mengambil alih.

Pelajaran Keras untuk Indonesia

Indonesia punya kesamaan:

  • Populasi muda besar (Gen Z & milenial >50% pemilih).
  • Ekonomi digital yang bergantung pada media sosial.
  • Tensi politik yang tinggi di masa pemilu atau pasca kebijakan kontroversial.

Lima pelajaran utama:

  1. Hindari pemblokiran mendadak — Regulasi digital harus transparan, bertahap, dan partisipatif.
  2. Libatkan generasi muda — Forum dialog reguler dapat mencegah polarisasi ekstrem.
  3. Polisi sebagai mediator, bukan provokator — Utamakan de-eskalasi, bukan kekerasan mematikan.
  4. Amankan fasilitas vital — Penjara, jaringan listrik, telekomunikasi harus siap dalam skenario krisis.
  5. Jaga kepercayaan publik — Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci meredam kemarahan.

Kesimpulan

Nepal mengingatkan kita bahwa di era digital, satu kebijakan yang keliru dan tidak komunikatif dapat memicu badai politik yang meruntuhkan pemerintahan. Bagi Indonesia, ini bukan sekadar berita luar negeri—ini adalah peringatan dini. Dengan populasi muda yang kritis, pemerintah harus memahami bahwa mengelola ruang digital berarti mengelola stabilitas negara.