Editorial: MBG, Antara Janji Politik dan Realitas Lapangan

 


Editorial: MBG, Antara Janji Politik dan Realitas Lapangan

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akhirnya turun gunung menyoroti serapan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dengan realisasi baru Rp13,2 triliun dari pagu Rp71 triliun (18,6%), jelas bahwa program unggulan Presiden Prabowo ini masih jauh dari kata optimal.

Badan Gizi Nasional (BGN) memang berjanji meningkatkan jumlah satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) demi mempercepat serapan. Namun persoalannya tidak sederhana. Dari awal, MBG dibayangi kritik: alokasi anggaran yang dianggap terlalu menyedot pos pendidikan, tata kelola yang tumpang tindih, hingga praktik penggelembungan harga dan kasus keracunan di lapangan.

Benar bahwa Presiden Prabowo sendiri mengakui masih banyak persoalan manajemen—mulai dari pembangunan dapur, rantai pasok, hingga pelatihan manajer pelaksana. Namun, pengakuan itu saja tidak cukup. Publik menunggu tindakan nyata, bukan sekadar narasi perbaikan.

Apalagi, angka anggaran MBG memang sangat besar: Rp335 triliun di RAPBN 2026, dengan porsi terbesar—Rp223,6 triliun—masuk dalam kategori pendidikan. Kendati klaim 44,2% “penyedotan” sudah diluruskan menjadi 29,5%, tetap saja MBG menyedot porsi jumbo yang berpotensi mengorbankan program lain.

Yang lebih mengkhawatirkan, rendahnya serapan anggaran bisa jadi pintu masuk moral hazard. Anggaran yang mengendap terlalu lama rawan dimanipulasi, sementara birokrasi yang berbelit menciptakan ruang abu-abu bagi permainan angka.

Menkeu Purbaya benar ketika menuntut transparansi dan monitoring lebih ketat. Ia bahkan meminta BGN rutin menggelar jumpa pers bulanan untuk menjelaskan serapan anggaran. Ini langkah awal yang tepat. Namun, tanpa keberanian untuk membongkar akar masalah struktural, program MBG akan terus berjalan terseok-seok.

Pada akhirnya, rakyat tidak menilai dari besarnya angka anggaran atau megahnya pidato politik. Yang mereka butuhkan sederhana: makanan bergizi benar-benar hadir di meja anak-anak sekolah, bukan sekadar di laporan keuangan pemerintah.