Berawal Ketidaktahuan, Afifah Tanggung Utang Rp 206 Juta di 40 Pinjol Ilegal

Guru honorer Afifah didampingi kuasa hukumnya Muhammad Sofyan
KOMPAS.com/DIAN ADE PERMANA

UNGARAN, Berawal dari kebutuhan mendesak dan ketidaktahuan, Afifah Muflihati (29) harus menanggung utang ratusan juta rupiah, dipermalukan, dan menghadapi teror dari pelaku pinjaman online ilegal setiap hari.
Afifah yang bekerja sebagai guru honorer tersebut masih ingat betul pada kejadian 20 Maret 2021.
Afifah mengaku terdesak kebutuhan susu untuk kedua anaknya, sedangkan di satu sisi, dia dalam kondisi terjepit karena tidak memiliki uang.

Beragam iming-iming ditawarkan

Ilustrasi rupiah
Shutterstock/Pramata

Saat sedang memainkan ponselnya dan berselancar di media sosial, Afifah melihat ada iklan aplikasi pinjaman online (pinjol).

Dia merasa ada gayung bersambut karena aplikasi tersebut memberi pinjaman uang tanpa jaminan, bunga rendah, proses cepat, dan jangka waktu yang lama.

"Saya merasa ini bisa menjadi solusi untuk membantu saya mendapatkan pinjaman uang tanpa proses yang ribet. Sebelum pinjam di pinjaman online tersebut, sempat mau pinjam uang ke teman-teman, tapi kondisinya sama dengan saya, jadi saya urungkan," ungkapnya, Senin (16/8/2021).
Afifah mengungkapkan, dirinya mengajukan pinjaman sebesar Rp 5 juta karena tergiur bunga rendah 0,04 persen dengan waktu 91 hari.

"Prosesnya sangat cepat, tidak sampai lima menit sudah selesai. Saya hanya diminta untuk foto diri dan foto KTP, serta foto memegang KTP. Tidak ada lima menit, ada transferan Rp 3,7 juta dari tiga aplikasi online ke rekening saya," jelasnya.

Karena uang yang diterima tidak sesuai pengajuan, Afifah berpikir ada potongan administrasi. Selain itu, uang dibiarkan di rekening karena dia belum izin kepada suaminya untuk pengajuan utang.
"Jadi pikiran saya kalau suami tidak memperbolehkan, langsung saya kembalikan. Tapi, nominalnya memang tidak sesuai pengajuan," kata Afifah.

Ilustrasi handphone
Unsplash/Jae Park

Teror
Memasuki hari kelima, tanggal 25 Maret 2021, Afifah mendapat pesan WA untuk melakukan pelunasan.
"Namun, tidak saya gubris, karena uang transferan juga belum saya pakai. Ternyata semakin menjadi-jadi, penagihannya seperti teror dan menyasar ke kontak ponsel saya," ujarnya.

Pada hari ketujuh mulai ada teror WA ke rekan-rekan Afifah yang ada di kontak phonebook, dari kisaran 200 kontak, 50 di antaranya mendapat WA penagihan sebagai penjamin.

Karena merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut, Afifah mulai berupaya mengembalikan uang yang dipinjamnya.
"Pinjam Rp 5 juta, diterima Rp 3,7 juta, disuruh melunasi Rp 5,5 juta," ungkapnya.
Tanpa pikir panjang, karena terus menerima teror penagihan, Afifah kembali melakukan pinjaman online lainnya untuk membayar utang pelunasan.

Total, ada 40 aplikasi pinjaman online ilegal yang diakses Afifah.
"Bisa dikatakan gali lubang tutup lubang di pinjol itu, tapi setelah dihitung malah utangnya jadi Rp 206 juta," terangnya.

Thinkstockphotos

Penagihan yang dilakukan aplikasi pinjaman online tersebut, menurut Afifah, sangat mengerikan.

"Selain kata-kata kotor, ada foto editan seolah telanjang dan disebar ke kontak WA yang ada. Kata-katanya juga penuh ancaman, fitnah, dan mencemarkan nama baik," ungkapnya.

Dia sempat trauma dan tak mau memegang ponsel karena banyak temannya bertanya mengenai kejadian yang dia alami.

Gadaikan sertifikat rumah
Karena merasa tak nyaman dengan teror tersebut, Afifah berupaya melunasi pinjamannya.
Dia menggadaikan sertifikat rumahnya dan uangnya ditransfer ke aplikasi tersebut sebesar Rp 20 juta.

"Jadi ada Rp 158 juta yang sudah dikembalikan, tapi masih ada tagihan Rp 48 juta. Kalau dihitung, saya malah rugi Rp 75 juta," ungkapnya.

Dia berharap kejadian yang menimpa dirinya tak dialami orang lain. Afifah berharap meski dalam kondisi terpepet sekalipun, jangan melakukan pengajuan utang di pinjaman online ilegal.

Masuk penyidikan
Muhammad Sofyan dari Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum (LPBH) Nahdlatul Ulama Cabang Salatiga, kuasa hukum Afifah Muflihati guru honorer yang terjerat pinjaman online ilegal, menyampaikan kasus yang dialami kliennya saat ini sudah masuk ke tahap penyidikan.

"Kita sudah mendapat informasi status kasus yang dialami mbak Afifah sudah naik dari penyelidikan menjadi penyidikan," ujarnya Senin (16/8/2021).

Sofyan menyampaikan, dirinya juga telah diminta penyidik Ditreskrimsus Polda Jateng untuk melengkapi beberapa kekurangan berkas yang diperlukan.
"Kita terus mengawal kasus ini agar segera terselesaikan. Saat ini kita fokus ke perkara pidananya, yakni menyangkut teror, intimidasi, pencemaran nama baik, dan dugaan rekayasa foto pornografinya," paparnya.

Dijelaskan, setelah kasus Afifah mencuat, ada beberapa korban pinjol yang juga muncul dan berkonsultasi kepada dirinya.
"Ada juga yang memberi kuasa. Ini berarti meski pinjaman uang ini adalah ranah keperdataan dan privat, sudah termasuk ranah publik karena banyak orang yang terjerat," tegasnya.

Menurut Sofyan, masifnya iklan pinjaman online di media sosial melalui ponsel, menjadikan aplikasi tersebut mudah mendapatkan mangsa.

"Dalam kondisi ini saya nilai perlu ada tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya. Benar ada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tapi itu hanya mengawasi lembaga yang terdaftar, padahal yang ilegal itu lebih banyak," paparnya.

Berdasar titik tolak kasus Afifah dan korban lain yang memberi kuasa kepada dirinya, Sofyan sedang merancang draft untuk mengajukan gugatan class action.
"Ini representasi dari para pemegang ponsel yang resah dengan maraknya pinjol, perlu dilakukan penertiban agar tidak ada korban-korban lain," ungkapnya.

Sofyan juga meminta agar masyarakat selektif dan berhati-hati serta belajar dari pengalaman korban pinjaman online ilegal.
"Kita tidak mau ada korban-korban baru lagi, sehingga berhati-hati saat memegang ponsel itu wajib hukumnya," tegasnya.

Hati-hati dengan syarat yang mudah
Sementara itu, Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK Tongam L Tobing angkat bicara dalam diskusi webinar bertajuk Hati-hati Jebakan Pinjol Ilegal yang disiarkan daring, Jumat (6/8/2021).

Menurutnya, syarat yang diajukan oleh pinjol untuk layanan peminjaman uang memang lebih mudah dibandingkan sektor keuangan formal lainnya.
Namun, dia meminta masyarakat berhati-hati dengan hal tersebut.
Syarat mudah itulah yang biasanya membuat masyarakat terpancing menggunakan layanan.

"Kan kalau di lembaga keuangan formal banyak syaratnya, mulai dari fotokopi KTP, hingga verifikasi dokumen lain. Selain itu, kalau ke lembaga keuangan formal harus siapkan ongkos, waktu, belum lagi harus antre. Tapi kalau lewat pinjol, enggak kayak gitu, mudah. Makanya, banyak yang pakai," ujar Tongam.

Kehati-hatian diperlukan, lantaran saat ini banyak pinjol ilegal yang tidak terdaftar di OJK.
Dia menyebutkan, hingga saat ini tercatat hanya ada 121 pinjaman online yang resmi terdaftar di OJK.

Sisanya adalah ilegal.
"Pinjol legal itu hanya 121, itu yang terdaftar di OJK, lainnya (sisanya) ilegal. Ini turun dari dulu jumlahnya ada 150-an pinjol yang resmi di OJK atau legal," kata dia.




#GresikBaik
#infogresik
#Gusfik

Baca juga

Posting Komentar