Prof. Sayyidi Syekh Kadirun Yahya Guru Besar Pemimpin Para Sufi



Bagi pengikut Tarekat Naqsya bandiyah terutama dari Syekh Mursyid Kadirun Yahya, sosok Syekh Kadirun Yahya yang juga dikenal sebagai guru besar ini merupakan anutan. Prof Sayyidi Syekh Kadirun Yahya merupakan keturunan dari seorang syekh di Tarekat Naqsyabandiyah.
Sang nenek, baik dari pihak ayah maupun ibunya, dikenal memiliki garis keturunan Syekh Tarekat, yakni Syekh Yahya dan Syekh Abdul Manan.
Di bawah kepemimpinan sosok kelahiran Pangkalan Berandan, Sumatra Utara pada 20 Juni 1917 ini, Tarekat Naqsyabandiyah berkembang pesat di dalam dan di luar negeri. Setidaknya lebih dari 700 tempat ibadah dan halakah telah didirikan.
Dan hampir tiap tahun kegiatan suluk rutin dilakukan sebanyak 10 kali di berbagai tempat.

Menurut Martin Van Brueinessen dalam Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, persinggungan Syekh Kadirun dengan dunia tarekat dimulai sejak masih kecil. Dia dibesarkan dalam keluarga yang Islami dan sangat kental kehidupan keagamaan.
Keluarga besarnya yang bergaris keturunan sebagai syekh tarekat, ramai dikunjungi para guru dan pimpinan sufi ketika itu.

Meski terlahir dari keluarga besar yang religius, putra dari pasangan Sutan Sori Alam Harahap dan Siti Dour Siregar ini, tetap mendapatkan pendidikan formal dan belajar ilmu-ilmu umum. Pada 1924, dia belajar di sekolah dasar Belanda Hollandsch-Inlandsche School (HIS) hing ga selesai pada 1931.

Setelah selesai di sekolah dasar Belanda, Kadirun Yahya berangkat ke Pulau Jawa dan melanjutkan jenjang pendidikan Belandanya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) setingkat menengah pertama hingga 1935. Usai menamatkan MULO, Kadirun Yahya konsisten melanjut kanke sekolah menengah atas Algemeene Middelbare School (AMS) di Yogyakarta dan menamatkannya pada 1938.

Selama di Yogyakarta, ia pernah mendapatkan kepercayaan tinggal bersama keluarga pendeta Belanda sampai dipercaya menjadi asisten. Malahan, sewaktu sang pendeta berhalangan, Syekh Kadi run diminta menjadi penceramah peng ganti untuk berbicara perihal aliran ke percayaan, metafisika, dan ilmu gaib yang memang tengah populer pada 1930- an. Jenjang pendidikannya tak terhenti di tingkat menengah, dia memutuskan hijrah ke Belanda hingga 1942, lantas kembali ke Sumatra Utara.

Mendalami tarekat
Ia mulai memperdalam tarekat sejak 1943-1946, melalui seorang guru dari Syekh Syahbuddin Aek Libung, Tapanuli Selatan.
Pada masa penjajahan Jepang, ia terus belajar dan mendekatkan dirinya dengan tarekat. Pada 1947, Syekh Muhammad Hasyim membolehkan Kadirun Yahya ikut serta dalam zikir di rumah murid Syekh Muhammad Hasyim Buayan. Bahkan memimpin suluk dalam zikir tersebut.

Kadirun Yahya memiliki kedekatan hubungan dengan sang guru. Selama sang guru masih hidup, setiap pekan dia mengunjunginya, hingga gurunya itu wafat. Sang guru memberikan pujian kepada Kadirun Yahya karena memiliki kualitas ketakwaan, kepribadian, dan kemampuan melaksanakan suluk sesuai dengan ketentuan akidah dan syariat Islam.

Ini menyiratkan bahwa ketinggian ilmu agama yang dimiliki Kadirun Yah ya, hingga ketika akhirnya ia diangkat oleh Syekh Hasyim menjadi pemimpin Naqsabandiyah pada 1950. Sejak saat itu, gelar Syekh telah tersematkan di dirinya.

Menjelang Syekh Hasyim wafat pada 1954, ia secara diam-diam menurunkan dan mewariskan segala ilmunya kepada Syeikh Kadirun Yahya.
Akademisi Selain perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah yang cukup pesat pada saat kepemimpinannya, ia juga tetap memiliki perhatian dalam dunia pendidikan. Dia meraih gelar doktor dalam ilmu filsafat kerohanian pada 1968. Di bidang yang sama, ia juga meraih gelar profesornya.
Syekh Kadirun Yahya juga aktif mendirikan berbagai lembaga pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak hingga setingkat perguruan tinggi atau universitas.

Salah satu perguruan tinggi yang ia dirikan adalah Universitas Panca Budi di Medan.
Kemampuannya memimpin tarekat dan jenjang pendidikan yang ia miliki, membuat Kadirun Yahya menjadi sosok profesor yang juga seorang Syekh Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah yang mempunyai banyak murid di beberapa wilayah nusantara.
Pada 9 Mei 2001, sosok pemimpin tarekat ini pun wafat, dengan meninggalkan duka bagi para muridnya. Prof Sayyidi Syekh Kadirun Yahya dimakamkan di Surau Qutubul Amin Arco, Kabupaten Bogor.

Anugerah Berupa Karomah
Masih mengutip Martin, beberapa kisah karomah Syekh Kadirun ba nyak dinukilkan oleh pa ra muridnya. Karomah-karomah tersebut tak terlepas dari mukjizat dan ke dahsyatan yang tersembunyi di balik kalam Ilahi. Dalam pandangan Syekh Kadirun, ayat-ayat Allah SWT tersebut mengandung tenaga tak terhingga, tenaga nuklir pun belum apa-apa dibandingkan dengan tenaga Ilahi ini.

Kebesaran dari kalimat-kalimat Allah itu, untuk menyambut dan menghancurkan sekaligus ancaman-ancaman bahaya maut bagi umat manusia. Menurutnya, jika bukit-bukit dapat dilebur oleh surah al-Hasyr 21, bukit dibelah-belah dengan surah ar-Ra'du 31, pasti apa saja bisa dilebur oleh firman-firman Allah.

Saat ini, ungkap Syekh Kadirun, kedahsyatan itu bisa disampaikan oleh para wali dan mereka yang dekat dengan Tuhannya. "Dengan suatu kiasan fisika lainnya, tenaga Allah adalah ibarat listrik dan wasilah, penghantar atau saluran manusia dan Allah melalui mursyid dan silsilahnya, serupa kawat listrik," tuturnya.

Pernah Syekh Kadirun diminta bantuan oleh Datuk Hamzah Abu Sammah untuk mengatasi pemberontakan Komunis di Malaysia pada 1982. Berbekal batu yang sudah dibacakan asma-asma Allah, batu- batu tersebut dilemparkan dari helikopter di markas-markas pemberontak. Mereka kalang-kabut hingga akhirnya takluk dan menyerah. 

#GresikBaik
#Infogresik
#Gusfik







Baca juga

Posting Komentar