Jadilah Seperti Anak Kecil Yang Mudah Lupa Pada Nafsunya





Hari ini saya melihat fenomena pembelajaran dari anak kecil dan ibunya.

Hujan deras yang mengguyur tempat wisata itu bernama Wagos, di sebuah desa bernama Gosari, kecamatan Ujungpangkah, kabupaten Gresik.

Setelah memesan bakso kepada penjual, kebetulan saya melihat bahwa ibu penjual bakso tersebut memiliki seorang anak perempuan kecil, masih TK.

Sekonyong-konyong anak kecil tersebut berteriak kepada ibunya, “Hapeee, Mak !!! hapeee !!! dia minta hape (handphone) kepada ibunya. Sang Ibu tidak bergeming, sambil masih terus melayani membuatkan semangkok bakso untuk saya.

Sang anak perempuan kecil tersebut terus berteriak dan merengek hebat kepada ibunya tanpa peduli siapapun di sekitarnya.

Sang ibu tetap diam tak bergeming tak melayani atau mengabulkan permintaan anaknya. Dia tetap gak ngereken  (tidak mempedulikan) apapun upaya yang dilakukan oleh sang anak kecil tersebut dalam upaya memenuhi keinginan nafsu kecilnya untuk bermain hape.

Sampai akhirnya sang ibu beranjak menuju ke saya mengantarkan semangkok bakso tersebut sang anak masih belum menyerah berteriak meminta keinginannya untuk di kabulkan oleh sang ibunda. Sang ibunda tetap kokoh diam tak bergeming dan tak ada maksud sama sekali mengabulkan keinginan anaknya.

Sampailah beberapa waktu kemudian, seolah tidak ada apa-apa, sang anak tersebut sudah lupa pada keinginannya yang tidak dikabulkan oleh ibundanya tersebut, dia malah asyik bermain centong minuman mengisi air minum. Sambil tersenyam senyum sendiri menyapa ibunya. Seolah tadi apa yang dia lakukan, tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Berteriak-teriak begitu keras dan kuat, ingin agar dia bisa bermain hape. Seolah kejadian spontan radikal tadi tidak pernah ada. Anak kecil tersebut seakan sudah lupa pada ‘nafsu’ bermain hape nya.

Nampaknya sang ibu sudah berhasil menetralkan ‘nafsu’ sang anak untuk bermain hape dengan hanya membiarkannya, tidak memarahinya, tidak menghardiknya, tidak memukulnya, hanya mendiamkannya saja. Tidak direspon.

Ibu yang kuat. Tatag. Dalam menghadapi testing dari anaknya.

Dari sini apa yang bisa saya ambil pelajaran dan moral story-nya :

  1. Anak kecil tersebut mendadak ingin bermain hape sekonyong-konyong, impulsif, tidak tahu apa yang menjadi penyebab dia meminta sang ibu untuk memberikannya hape untuk bermain, namun sang ibu menolaknya dengan halus dan tanpa kekerasan. Bisa jadi karena dia terinfeksi oleh vibrasi kami berdua, saya dan istri yang memang  gadgetholic.
  2. Seorang anak kecil yang belum akil baligh cenderung memiliki sifat yang masih polos dan apa adanya, sehingga karena terinfeksi oleh vibrasi kami dia segera bereaksi dengan meminta hape kepada ibunya.
  3. Sang ibu yang menurut saya luar biasa, karena bisa membelokkan infeksi vibrasi nafsu bermain hape sang anak dengan hanya mendiamkannya, lalu dengan sendirinya sang anak akhirnya memilih menyenangkan dirinya sendiri dengan bermain mengisi air minum dengan centong yang ada di warungnya tersebut. Melawan dan menetralkan dengan diam. Tidak merespon.
  4. Psikologis anak kecil yang mudah meledak dan mudah lupa. Adalah sebuah kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang luar biasa. Kecerdasan adalah kemampuan beradaptasi terhadap perubahan. Sang anak langsung bisa beradaptasi, itulah kecerdasan.
  5. Kemanapun kita bergerak dan berjalan sebenarnya semuanya membawa pelajaran dan pesan kepada kita. Tinggal bagaimana kita bisa menerima dan memahaminya dengan sadar dan penuh pengertian. Anak kecil tidak memiliki sifat pendendam. Mudah melupakan. Hatinya tidak kaku dan keras. Adaptif dan fleksibel. Jadi ingat pesan Ayahanda Guru Kadirun Yahya Muhammad Amin Al Khalidi qs, “Tidak masuk surga kalian sebelum hatimu seperti anak kecil, tidak ada dendam disitu”.

Artikel sudah tayang di kumparan

Baca juga

Posting Komentar