Syahidnya Sang Kiai di Bulan Ramadhan



 Fikiran, ruhaniah, tenaga yang dikerahkan KH Hasyim Asy'ari dalam menghadapi agresi militer Belanda yang pertama, mengantarkan Sang Kiai syahid di hari ke-7 Bulan Ramadhan 1366 H. 25 Juli 1947.


Peperangan metafisik, fikiran dan ruhaniah Sang Kiai dengan serangan bar bar Belanda membuat Sang Kiai mengalami pendarahan otak yang parah, setelah menerima kabar direbutnya markas Hizbullah Singosari oleh Jendral Spoor.


Namun sebagaimana kita saksikan kesyahidan Sang Kiai tidak membuat bangsa dan rakyat Indonesia menyerah terhadap agresi Belanda.Disinilah kita melihat semboyan sakral ‘isy kariman aumut syahidan (merdeka atau mati) diterapkan secara nyata dalam perjuangan melawan Belanda.


Keberadaan Kiai Hasyim menjadi perhatian serius penjajah karena pengaruhnya yang sangat besar. Baik Belanda maupun Jepang berusaha untuk merangkulnya.


Di antaranya ia pernah dianugerahi bintang jasa pada tahun 1937, tapi ditolaknya. Justru Kiai Hasyim sempat membuat Belanda kelimpungan. Pertama, ia memfatwakan bahwa perang melawan Belanda adalah jihad (perang suci). Belanda kemudian sangat kerepotan, karena perlawanan gigih melawan penjajah muncul di mana-mana. Kedua, Kiai Hasyim juga pernah mengharamkan naik haji memakai kapal Belanda. Fatwa tersebut ditulis dalam bahasa Arab dan disiarkan oleh Kementerian Agama secara luas. Keruan saja, Van der Plas (penguasa Belanda) menjadi bingung. Karena banyak ummat Islam yang telah mendaftarkan diri kemudian mengurungkan niatnya.


Namun sempat juga Kiai Hasyim mencicipi penjara 3 bulan pada l942. Tidak jelas alasan Jepang menangkap Kiai Hasyim. Mungkin, karena sikapnya tidak kooperatif dengan penjajah. Uniknya, saking khidmatnya kepada gurunya, ada beberapa santri minta ikut dipenjarakan bersama Kiainya itu.


Masa awal perjuangan Kiai Hasyim di Tebuireng bersamaan dengan semakin represifnya perlakuan penjajah Belanda terhadap rakyat Indonesia. Pasukan Kompeni ini tidak segan-segan membunuh penduduk yang dianggap menentang undang-undang penjajah.


Pesantren Tebuireng, Jombang pun tak luput dari sasaran represif Belanda.Pada tahun 1913 M, intel Belanda mengirim seorang pencuri untuk membuat keonaran di Tebuireng. Namun dia tertangkap dan dihajar beramai-ramai oleh santri hingga tewas. Peristiwa ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menangkap Kiai Hasyim dengan tuduhan pembunuhan.


Dalam pemeriksaan, Kiai Hasyim yang sangat piawai dengan hukum-hukum Belanda, mampu menepis semua tuduhan tersebut dengan taktis. Akhirnya beliau dilepaskan dari jeratan hukum. Belum puas dengan cara adu domba, Belanda kemudian mengirimkan beberapa kompi pasukan untuk memporak-porandakan pesantren yang baru berdiri 10-an tahun itu. Akibatnya, hampir seluruh bangunan pesantren porak-poranda, dan kitab-kitab dihancurkan serta dibakar.


Perlakuan represif Belanda ini terus berlangsung pada bulan Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, dekat Bandung, sehingga secara de facto dan de jure, kekuasaan Indonesia berpindah tangan ke tentara Jepang. Pendudukan Dai Nippon menandai datangnya masa baru bagi kalangan Islam. Berbeda dengan Belanda yang represif kepada Islam, Jepang menggabungkan antara kebijakan represi dan kooptasi, sebagai upaya untuk memperoleh dukungan para pemimpin Muslim.


Salah satu perlakuan represif Jepang adalah penahanan terhadap Hadratus Syekh beserta sejumlah putera dan kerabatnya. Ini dilakukan karena Kiai Hasyim menolak melakukan seikerei. Yaitu kewajiban berbaris dan membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi, sebagai simbol penghormatan kepada Kaisar Hirohito dan ketaatan kepada Dewa Matahari (Amaterasu Omikami).


Aktivitas ini juga wajib dilakukan oleh seluruh warga di wilayah pendudukan Jepang, setiap kali berpapasan atau melintas di depan tentara Jepang.


Kiai Hasyim menolak aturan tersebut. Sebab hanya Allah-lah yang wajib disembah, bukan manusia. Akibatnya, Kiai Hasyim ditangkap dan ditahan berpindah-pindah, mulai dari penjara Jombang, kemudian Mojokerto, dan akhirnya ke penjara Bubutan, Surabaya. Karena kesetiaan dan keyakinan bahwa Hadratus syekh berada di pihak yang benar, sejumlah santri Tebuireng minta ikut ditahan. Selama dalam tahanan, Kiai Hasyim mengalami banyak penyiksaan salah satu jari tangannya patah tidak dapat digerakkan.


Setelah penahanan Hadratus syekh, segenap kegiatan belajar-mengajar di Pesantren Tebuireng, Jombang vakum total. Penahanan itu juga mengakibatkan keluarga Hadratus syekh tercerai berai. Isteri Kiai Hasyim, Nyai Masruroh, harus mengungsi ke Pesantren Denanyar, barat Kota Jombang. Tanggal 18 Agustus 1942, setelah 4 bulan dipenjara, Kiai Hasyim dibebaskan oleh Jepang karena banyaknya protes dari para Kiai dan santri. Selain itu, pembebasan Kiai Hasyim juga berkat usaha dari KH Wahid Hasyim dan KH Abdul Wahab Hasbullah dalam menghubungi pembesar-pembesar Jepang, terutama Saikoo Sikikan di Jakarta.


Jepang memiliki peran penting dengan menggabungkan kekuatan nasionalis dan Islam dalam satu badan. Sukarno dan KH Hasyim Asya’ri diangkat Jepang menjadi pembesar di Jawa Hokokai, sebuah organisasi bentukan Jepang untuk memobilisasi pengabdian rakyat Hal mana pada jaman Belanda, kaum Nasionalis dan Islam selalu berdiri sendiri sendiri. Walau Jepang sendiri tidak melihat bahwa Sukarno akan menjadi peran penghubung antara kelompok Islam dengan Jepang. Sehingga Jepang justru mendatangkan orang Jepang muslim, Haji Abdul Muniam Inada dan Haji M Shaleh Suzuki  untuk mendekati golongan Islam.


Dalam Jawa Hokokai, KH Hasyim Asya’ri, yang juga sebagai ketua Masyumi bentukan Jepang juga, banyak melihat bagaimana Sukarno secara pragmatis melakukan negoisasi dengan Jepang. Ketika 15 Agustus 1944, Soekarno berhasil membujuk Jepang untuk mengijinkannya membentuk Barisan Pelopor, sebuah organisasi nasionalis yang menggerakan para massa rakyat. Maka KH Hasyim Asya’ari juga meminta diijinkan membentuk barisan bersenjata sendiri, yang diresmikan tgl 4 Desember 1944. Barisan massa Islam ini dinamakan Hizbullah yang artinya Barisan Tentara Allah.


Sikap kebesaran NU, yang saat itu dipimpin hadratusy Syeikh Hasim As’ari ditunjuukan pada saat terjadi kisruh dua kubu dalam menentukan dasar Negara Indonesia. KH. Wahid Hasyim selaku wakil Islam di PPKI setelah mendapat restu dari KH. Hasyim As’ari, menyetujui penghapusan tujuh kata pada Piagam Jakarta dengan pertimbangan persatuan dan kesatuan Indonesia dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini merupakan kontribusi besar Hadhratusy Syeikh Hasyim As’ari dalam bidang kenegaraan dan kebangsawanannya. Sehingga hingga kini Indonesia masih NKRI.


Perjuangan KH. Hasyim As’ari tidak surut, sungguhpun kemerdekaan telah diraih, ia terus berjuang mempertahankan kemerdekaan. Tidak lama proklamasi dibacakan oleh Presiden Soekarno, Belanda kembali dating ke Indonesia dengan tujuan menjajah kembali Indonesia. Kiai Hasyim pun berjuang dengan para santri untuk kembali mengusir Belanda. Sehingga pada tanggal 22 Oktober 1945, ketika tentara NICA (Netherland Indian Civil Administration) yang dibentuk oleh pemerintah Belanda membonceng pasukan Sekutu yang dipimpin Inggris, berusaha melakukan agresi ke tanah Jawa (Surabaya) dengan alasan mengurus tawanan Jepang, Kiai Hasyim bersama para ulama menyerukan Resolusi Jihad melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris tersebut. Resolusi Jihad ditandatangani di kantor NU Bubutan, Surabaya. Berdasarkan hasil dari keputusan yang dihasilkan dari Rapat Besar Konsul-konsul Nahdlatul Ulama (NU) se-Jawa dan Madura, 21-22 Oktober di Surabaya, Jawa Timur, Maka dikeluarkanlah sebuah Resolusi Jihad untuk mempertahankan tanah air Indonesia.


Melalui konsul-konsul yang datang ke pertemuan tersebut, seruan ini kemudian disebarkan ke seluruh lapisan pengikut NU khususnya dan umat Islam umumnya di seluruh pelosok Jawa dan Madura.


Berikut ini adalah isi dari Resolusi Jihad NU sebagaimana pernah dimuat di harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, edisi No. 26 tahun ke-I, Jumat Legi, 26 Oktober 1945. Salinan di bawah ini telah disesuaikan ejaannya untuk masa kini :


Bismillahirrochmanir Rochim


Mendengar : Bahwa di tiap-tiap Daerah di seloeroeh Djawa-Madoera ternjata betapa besarnja hasrat Oemmat Islam dan ‘Alim Oelama di tempatnja masing-masing oentoek mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAOELATAN NEGARA REPOEBLIK INDONESIA MERDEKA.


Menimbang :


 a. Bahwa oentoek mempertahankan dan menegakkan Negara Repoeblik Indonesia menurut hoekoem Agama Islam, termasoek sebagai satoe kewadjiban bagi tiap-tiap orang Islam.


 b. Bahwa di Indonesia ini warga negaranja adalah sebagian besar terdiri dari Oemmat Islam.


Mengingat:


 1. Bahwa oleh fihak Belanda (NICA) dan Djepang jang datang dan berada di sini telah banjak sekali didjalankan kedjahatan dan kekedjaman jang menganggoe ketentraman oemoem.


 2. Bahwa semoea jang dilakoekan oleh mereka itu dengan maksoed melanggar kedaoelatan Negara Repoeblik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali mendjadjah di sini maka beberapa tempat telah terdjadi pertempoeran jang mengorbankan beberapa banjak djiwa manoesia.


 3. Bahwa pertempoeran2 itu sebagian besar telah dilakoekan oleh Oemmat Islam jang merasa wadjib menoeroet hoekoem Agamanja oentoek mempertahankan Kemerdekaan Negara dan Agamanja.


 4. Bahwa di dalam menghadapai sekalian kedjadian2 itoe perloe mendapat perintah dan toentoenan jang njata dari Pemerintah Repoeblik Indonesia jang sesoeai dengan kedjadian terseboet.


Memoetoeskan :


 1. Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Repoeblik Indonesia soepaja menentoekan soeatoe sikap dan tindakan jang njata serta sepadan terhadap oesaha2 jang akan membahajakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia teroetama terhadap fihak Belanda dan kaki tangannja.


 2. Seoapaja memerintahkan melandjoetkan perdjoeangan bersifat “sabilillah” oentoek tegaknja Negara Repoeblik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.


Soerabaja, 22 Oktober 1945


Akibatnya, meletuslah perang rakyat semesta dalam pertempuran 10 November 1945 yang bersejarah itu. Umat Islam yang mendengar Resolusi Jihad itu keluar dari kampung-kampung dengan membawa senjata apa adanya untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris. 


Referensi : Buku KH Hasyim Asy'ari Pengabdian Seoarang Kiai Untuk Negeri

Jatman

Baca juga

Posting Komentar