Jatim Dominan Zona Kuning, Tinggal Sisakan Kota Blitar


Saat situasi pandemi Covid-19 sedang tinggi-tingginya, nyaris tak ada satu pun wilayah di Jatim yang berstatus zona kuning (risiko persebaran rendah). Namun, kini kondisinya berubah 180 derajat.


Saat ini, 37 di antara 38 kabupaten/kota di Jatim telah berstatus zona kuning. Hanya satu daerah yang masih berstatus zona oranye (daerah risiko sedang). Yakni, Kota Blitar. Pemprov menargetkan pekan depan Jatim tak ada lagi zona oranye/merah.


Ada sejumlah indikator yang membuat mayoritas daerah di Jatim saat ini sudah berstatus zona kuning. Salah satunya adalah positivity rate (perbandingan antara jumlah kasus positif Covid-19 dengan jumlah tes). Saat ini sudah mencapai 1,85 persen. Merupakan yang terendah sejak pandemi Covid-19 melanda.


Gubernur Khofifah Indar Parawansa menyebutkan, capaian itu merupakan hasil sinergi semua stakeholder di Jatim. ”Ikhtiar bersama membawa hasil yang signifikan di Jawa Timur,’’ katanya.


Dia mengungkapkan, peta zonasi menjadi acuan dalam menentukan kebijakan. Utamanya kebijakan pada sektor ekonomi. ”Tentunya, ini layak disyukuri. Tapi, penerapan protokol kesehatan harus tetap dijalankan,” katanya.


Juru Bicara Satgas Covid-19 dr Makhyan Jibril mengatakan, ada beberapa indikator dalam menentukan status zona. Antara lain, penambahan kasus positif, tingkat kesembuhan, bed occupancy rate, serta kasus kematian. ”Saat ini, Kota Blitar mulai membaik,’’ katanya.


Karena itu, satgas optimistis Kota Blitar bakal menyusul daerah lainnya menuju zona kuning. ”Pemerintah sudah berusaha keras. Peran masyarakat sangat dibutuhkan,” katanya.


Data per 15 September menunjukkan total jumlah kasus positif Covid-19 di Kota Blitar mencapai 6.939 kasus. Pasien sembuh sebanyak 6.594 orang. Pasien meninggal akibat Covid-19 mencapai 261 orang. Lalu, pasien masih dirawat ada 84 orang.


Di sisi lain, berdasar hasil asesmen harian Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sebanyak 9 kabupaten/kota berstatus level 1. Sementara itu, 26 daerah sudah level 2. Sisanya masih level 3. Meskipun, hasil asesmen tidak selalu berbanding lurus dengan penerapan PPKM level 1-4 di masing-masing daerah.


Situasi tersebut menempatkan Jatim menjadi provinsi berstatus level 1. Capaian tertinggi dibanding seluruh provinsi di Jawa-Bali.


Gulirkan JPS di 23 Kabupaten/Kota


Pemprov menggulirkan program jaring pengaman sosial (JPS) bagi warga Jatim yang terdampak pandemi virus korona. Sejauh ini, 23 kabupaten/kota sudah menerima program tersebut.


Sementara itu, pencairan JPS di 15 kabupaten/kota lainnya belum dilakukan. Pemicunya, pemerintah daerah setempat belum menyerahkan data calon penerima bantuan.


Kepala Dinsos Jatim Alwi menjabarkan, pencairan JPS dilakukan mulai Agustus. Sasarannya adalah daerah yang sudah menyetor data warga penerima ke pemprov. ”Kini kami menunggu kabupaten/ kota yang belum menyetorkan datanya,” ucapnya kemarin.


Selain itu, sejumlah daerah belum menyetor data penerima secara lengkap dan sesuai pagu yang diberikan pemprov. ”Pagu penerima sudah kami tentukan. Ada satu kabupaten dapat dua ribu penerima, ada yang lebih,” jelasnya.


Untuk diketahui, pemprov menganggarkan dana sebesar Rp 20,5 miliar untuk program tersebut. Total, ada 102.750 penerima. JPS diberikan kepada masyarakat terdampak selama pandemi, tapi belum menerima bantuan dari kementerian. Contohnya, warga yang tak bisa berusaha akibat PPKM darurat, atau warga yang kontrak kerjanya diputus. Setiap penerima mendapatkan bantuan Rp 200 ribu. JPS untuk tahun ini hanya diberikan sekali. Sebab, bantuan tersebut bersifat dibiayai APBD Jatim.


Mengingat pentingnya bantuan, Awli meminta kabupaten/kota segera melakukan pendataan. Agar masyarakat yang selama ini belum menerima bantuan untuk bertahan di masa pandemi bisa ikut merasakannya.


#GresikBaik
#infogresik
#Gusfik

Baca juga

Posting Komentar