Bom Waktu Penertiban PPKM Darurat jika Tanpa Bantuan Sosial...

Petugas menyetop kendaraan plat nomor B di pos penyekatan PPKM Darurat di wilayah Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (6/7/2021). AAM AMINULLAH/KOMPAS.com Pelanggar protokol kesehatan terjaring razia di Pos Penyekatan PPKM Darurat wilayah barat, Jatinangor, Sumedang, Selasa (6/7/2021). AAM AMINULLAH/KOMPAS.com
KOMPAS.COM/AAM AMINULLAH


PENULARAN Covid-19 di Indonesia masuk tahap krisis. Data terakhir (14/7/2021), jumlah terinfeksi mencapai 54.517 dengan jumlah total mencapai 2.670.046.

Kasus harian ini menjadi yang tertinggi selama pandemi dan menjadi salah satu negara dengan penularan tertinggi di dunia, serta belum terlihat tren penurunan. Tentu hal ini berimplikasi ke banyak hal.

Merespons tren peningkatan penularan Covid-19, pemerintah membuat regulasi PPKM Darurat yang digencarkan sejak 3 Juli 2021. Regulasi ini bertujuan meminimalisasi penyebaran virus Covid-19 yang menanjak tiap harinya.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah mengurangi mobilitas masyarakat dan penutupan tempat usaha non esensial.


Pengurangan mobilitas masyarakat dimaksudkan agar masyarakat tetap di rumah hingga terciptanya penurunan tingkat penularan Covid-19. Meski belum ada yang dapat memastikan, kapan saat itu terjadi.

Dilema PPKM Darurat adalah implementasi di lapangan. Masyarakat yang sudah 16 bulan merasakan dampak Covid-19 dan mengalami penurunan pendapatan, bahkan ada karyawan yang dipecat atau pengusaha yang bangkrut, mulai mencoba bertahan hidup.

Mereka sulit berharap untung, yang diharapkan hanya makan untuk hari ini, entah besok.

Kemudian, penutupan tempat usaha. Ini dikhawatirkan akan terjadi gesekan di lapangan saat penertiban dilakukan. Hal ini dapat terjadi karena pemilik usaha sudah berbulan-bulan omzetnya turun sementara dari pemerintah tidak ada bantuan riil terhadap mereka.

Kenyataan ini dapat dilihat dari berbagai pemberitaan dari media konvensional hingga media sosial. Perlawanan pemilik usaha yang berharap ada bantuan dari pemerintah karena tempat usahanya ditutup pun seperti berteriak di gurun pasir.

Terlebih, saat penertiban dilakukan tak jarang petugas bertindak represif. Ini harus dihindari, petugas seharusnya bertindak lebih persuasif dan humanis lantaran belum ada solusi dari pemerintah terkait nasib atau usaha mereka yang ditutup. Dengan begitu dapat meminimalisasi perlawanan dari masyarakat atau pemilik usaha.

Banyaknya pelaku usaha yang masih membuka usahanya lantaran banyak dari mereka tidak beralih ke digital atau memang jenis usahanya belum cocok masuk di ekosistem digital, seperti warung kopi atau warung makan pinggir jalan. Mereka berusaha untuk mengais rupiah di kondisi yang tidak pasti ini.

Istilah PPKM Darurat ini juga penulis nilai karena pemerintah enggan menggunakan istilah karantina wilayah seperti yang diamanatkan oleh UU Kekarantinaan Kesehatan.

Dalam Pasal 55 Ayat (1) disebutkan: "Selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat".

Pemerintah melakukan penutupan batas wilayah, penutupan usaha non esensial, keharusan bekerja dari rumah, hingga pembatasan mobilitas merupakan bentuk dari karantina wilayah atau yang populer disebut "lockdown". Bedanya, pemerintah tidak menjamin kebutuhan dasar seperti yang diamanatkan UU tersebut.

Kita dapat melihat apa yang terjadi di Malaysia, masyarakat di wilayah pedesaan mulai mengibarkan “bendera putih” yang artinya kelaparan. Negara dengan jumlah penduduk yang hanya 31 juta jiwa (2019) ini tentu jauh jika dibandingkan Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa.

Malaysia saja kewalahan dengan pandemi ini untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, bukan tidak mungkin hal seperti itu terjadi di Indonesia yang puncak gelombang kedua saja belum terlewati.
500 Hari Pandemi, Kasus-kasus yang Jadi 


Lalu apa yang perlu dilakukan pemerintah? 
Harus mempercepat paket bantuan yang bisa langsung digunakan masyarakat maupun sektor usaha.
Dengan adanya jaring pengaman ini, diharapkan masyarakat dapat lebih tenang untuk beberapa saat, setidaknya sampai PPKM Darurat selesai.

Kemudian, vaksinasi adalah kunci utama untuk mempercepat herd immunity. Karena itu, pemerintah harus kebut vaksinasi dan melibatkan banyak sektor usaha. Berikan kemudahan masyarakat untuk vaksinasi dan jangan sampai masyarakat mengeluarkan biaya untuk itu.

Cara berikutnya adalah penegakan hukum dengan memberikan hukuman paling tinggi terhadap mafia kesehatan, penimbun obat–obat untuk Covid-19, tabung oksigen, penyebar hoaks, hingga koruptor bantuan sosial, ini bisa menjadi bukti pemerintah tegas dan tidak pandang bulu.

Korupsi bansos ini jelas menyakiti hati masyarakat, karena seharusnya bansos yang dikorupsi dapat membantu masyarakat bertahan di saat krisis.
Tingkat keseriusan pemerintah dari sisi penegakan hukum akan meningkat jika ini diterapkan dan kepatuhan masyarakat pun perlahan akan tercipta.

Pemerintah juga harus sudah mempersiapkan skenario jangka panjang untuk kondisi darurat, layaknya perang, butuh kalkulasi dari segala kemungkinan. Skenario ini harus mengedepankan kesehatan masyarakat dan kebutuhan dasarnya, sandang pangan papan.

Jangan terjebak dengan mengedepankan perbaikan ekonomi semata, karena yang dibutuhkan saat ini adalah membuat rakyat dapat bertahan hidup.

Beberapa survei masih menunjukkan masyarakat yang tidak percaya dengan apa yang dikatakan pemerintah, tingkat kekecewaan ini berbahaya jika pemerintah tidak cepat membuat kebijakan populis. Harus meredakan ketegangan, loosen the belt, untuk kemudian mengambil strategi lain.

Pemerintah pun harus cerdas mengelola pos anggaran, pembangunan yang tidak perlu untuk keadaan saat ini bisa ditunda, perjalanan dinas pejabat dikurangi, penghasilan atau fasilitas pejabat jika memungkinkan dipotong untuk membantu rakyat sekaligus untuk menunjukkan empati ke masyarakat.

Kenapa pejabat? Karena salah satu pos anggaran paling besar dari APBN adalah gaji pegawai.

Anarkistis lahir dari perut yang lapar
Perlu diantisipasi pemerintah, kondisi perut yang kosong dan kekhawatiran nasib di esok hari yang tidak menentu merupakan sebab yang mudah terbakar untuk tindak kekerasan.
Hal ini harus cepat diantisipasi dan diredam segera mungkin dengan mengedepankan jaring pengaman sosial berupa bantuan.

Mengutip pernyataan dari seorang ahli gizi klinis, Juwalita Surapsari yang menyebut perut lapar dapat memengaruhi suasana hati.

Ia menyatakan kondisi saat perut lapar berpengaruh terhadap hormon tubuh yang juga akan menjadikan stress dan membuat perilaku seseorang gampang marah, sensitif dan agresif.

Tak heran, Presiden Joko Widodo langsung memerintahkan Menko bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk memastikan jangan sampai ada rakyat yang kelaparan karena kebijakan PPKM Darurat.

Tidak bisa dipungkiri masih banyak masyarakat yang kecewa dengan penanganan pandemi Covid-19 yang dilakukan pemerintah.

Sejak awal pandemi merebak yang cenderung menyepelekan, hingga merasa berpuas diri saat tren penurunan terjadi dan membiarkan pintu masuk dilewati warga negara asing hingga akhirnya merebak varian yang lebih ganas.

Di media sosial mulai bermunculan video masyarakat yang kecewa dan emosi saat dilakukan penertiban. Sumbu sumbu kekerasan dan perlawanan terhadap penertiban sudah mulai terlihat di beberapa daerah.
Jangan sampai sumbu itu tersulut percikan api yang dapat membakar menjadi tindak kekerasan.

Semoga kita semua dapat melalui masa–masa kelam di awal abad 21 ini, pemerintah juga kita harap memiliki solusi yang berpihak kepada rakyatnya dengan cepat. Jangan lamban, karena virus menyebar cepat dan menghancurkan.

Politisi juga semoga dapat menurunkan ego politik untuk sementara waktu, kita lihat kerja keras dari pemerintah untuk menangani krisis yang semakin kompleks ini. Namun pengawasan tetap perlu dilakukan agar tidak melenceng.

Perbanyak aksi bantuan kemanusiaan langsung ke masyarakat, karena rakyat membutuhkan kehadiran pemimpin dan wakil rakyatnya di saat ini, bukan saat kampanye.

Jika skenario PPKM Darurat jadi diperpanjang untuk 6 minggu, pemerintah harus segera menyalurkan bantuan sosial ke masyarakat dan pelaku usaha.
Jika tidak, bom waktu akan segera meledak dan bukan tidak mungkin rakyat melakukan perlawanan dari gerakan individu menjadi gerakan masif.
Semoga hal itu tidak terjadi..




#GresikBaik
#infogresik
#Gusfik

Baca juga

Posting Komentar