Startup Unicorn Mulai Cari Cuan, Tak Lagi Umbar Diskonan



Ada beberapa startup berstatusunicorn dengan valuasi sedikitnya USD 1 miliar di Asia Tenggara, termasuk tentunya di Indonesia. Fenomena terkini, mereka mulai fokus mendulang cuan sebagai keuntungan, tidak lagi banyak mengumbar subsidi atau diskonan bagi pengguna seperti sebelumnya.

Beberapa faktor menjadi alasannya, salah satunya adalah pendanaan yang mulai melambat. Demikian salah satu riset yang tertera dalam laporan bertajuk e-Conomy SEA tahun 2020 yang disusun oleh Google, Temasek dan konsultan Bain & Co.

"Para unicorn ini dalam jalur meraih keuntungan, pertumbuhan cepat sekarang menjadi pertumbuhan yang menguntungkan. Maka, platform internet ini harus fokus pada bisnis intinya," ucap Alessandro Cannarsi, Partner and Leader, Bain & Company.

"Sejak 2019, pendanaan pada unicorn memang menurun, alasannya adalah karena investor semakin concern terhadap bisnis dengan gelontoran banyak uang. Di masa silam, banyak subsidi diberikan agar tumbuh cepat. Sekarang unicorn memahami bahwa mendapatkan pendanaan jadi lebih menantang, mereka telah berbicara secara terbuka ingin untung," paparnya.

Saat ini, terdapat 12 startup unicorn di Asia Tenggara. "Dengan pendanaan investor melambat sejak tahun 2019, maka tetap dalam jalur bisa meraih keuntungan lebih kritis dan penting dibanding sebelumnya," tulis laporan ini.

Pada tahun 2018, investasi ke startup unicorn Asia Tenggara mencapai titik puncak senilai total USD 8,7 miliar. Tahun 2019, jumlah itu turun menjadi USD 5,6 miliar.

Maka dengan berkurangnya aliran modal, strategi baru pun perlu dijalankan untuk bersaing, tidak cuma seperti di masa silam dengan perang harga. Ia juga memprediksi ekspansi ke wilayah-wilayah lain akan dilakukan dengan lebih hati-hati dan lebih mengutamakan kemitraan.

Menurut Alessandro, beberapa hal bisa ditingkatkan seperti kualitas layanan, pengalaman pemakaian dan kenyamanan pengguna. Dengan tren baru seperti ini, akan membuat ekosistem ekonomi digital di Asia Tenggara lebih baik di masa depan.

"Hal ini akan membantu ekosistem digital yang sehat dan berkelanjutan, mereka bisa menciptakan value bagi pelanggan dan juga inovasi," pungkas dia.

Di pihak lain, Rohit Sipahimalani selaku Chief Investment Strategist Temasek, menyebut bahwa beberapa startup membutuhkan lebih sedikit pendanaan dari investor karena sudah punya banyak uang sendiri. Contohnya SEA Group di Singapura yang punya persediaan miliaran dolar.

Dengan berkurangnya aliran uang ke unicorn, Rohit juga menganggap hal itu sebagai sesuatu yang positif karena modal bisa mengalir ke lebih banyak pihak, bukan hanya para startup besar.

Detik

#GresikBaik
#infogresik
#Gusfik

Baca juga

Posting Komentar