Prof Romli Sebut UU Cipta Kerja Putus Mata Rantai Birokrat Korup


Pakar Hukum dari Universitas Padjajaran (Unpad), Prof Romli Atmasasmita, mengapresiasi langkah pemerintah dalam memutus mata rantai korupsi birokrasi lewat Undang-undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
"Saya apresiasi upaya pemerintah yang telah berani menembus tembok tebal governmental corruption dengan memutus mata rantai mafioso dan birokrat korup," ujar Romli dalam keterangannya, Jumat (9/10/2020).
Romli menganggap kekhawatiran UU Cipta Kerja akan menyengsarakan rakyat sangat absurd, tidak memiliki justifikasi filosofis, yuridis, dan sosiologis.
Menurut Romly, UU Cipta Kerja dibentuk merujuk pada pengalaman buruk masa lalu sejak orde baru yang masih terjadi sampai saat ini, yaitu korupsi, maladministrasi, abuse of power dan suap, serta mafia-mafia di berbagai sektor.
"Selain itu, UU Cipta Kerja juga menghilangkan ego sektoral yang selama 75 pemerintahan berdiri, telah menghambat efisiensi administrasi," paparnya.
Oleh pihak yang kontra UU Cipta Kerja, kata Romli, dianggap telah melemahkan dan menyengsarakan rakyat. Padahal, UU Cipta Kerja justru melemahkan dan menyengsarakan mafia, maladministrasi, korupsi, suap serta perilaku pemburu rente.

Romli menyarankan bagi yang kontra untuk menempuh jalur konstitusional. "Jika kita adalah warga negara yang taat hukum, termasuk pakar-pakar hukum," tegasnya.
Untuk ke depan, Romli lebih menyoroti penyusunan peraturan pemerintah (PP), agar lebih banyak menampung aspirasi masyarakat yang positif bagi bangsa dan negara.
Alasannya, UU Cipta Kerja memerlukan 39 PP yang harus diselesaikan secara hati-hati (with due care), pasti (certainty) dan jelas (lex certa), sehingga memerlukan waktu yang relatif lama, tidak tergesa-gesa dan asal jadi, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaannya.
Romli juga mengingatkan pentingnya sosialisasi yang intensif kepada seluruh pemangku kepentingan atau stakeholder, termasuk kalangan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), karena memerlukan pemahaman paripurna atas tujuan dan subtansi UU Cipta Kerja.
Menurut Romli, rakyat saat ini sudah maju dalam berpikir dan kritis tapi belum sepenuhnya berprasangka baik terhadap kebijakan pemerintah.
"Padahal, pedoman yang harus selalu dijadikan dasar berpikir kritis adalah res judicata, atau setiap keputusan harus dianggap benar kecuali jika terbukti sebaliknya," pungkasnya.

#GresikBaik
#InfoGresik
#Gusfik

Baca juga

Posting Komentar